Memandang

Bagi masyarakat Jawa “Weton” merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Weton berasal dari kata wetu yang berarti lahir atau keluar yang mendapat akhiran “an” sehingga berubah menjadi kata benda. Selain itu, weton dapat diartikan sebagai gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan kedunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi atau lainnya. Weton sering kali dihubungkan dengan ramalan mengenai karakter dan kepribadian seseorang.

Budaya weton tak bisa lepas dari perhitungan penanggalan Jawa. Sistem penanggalan Jawa sebenarnya sama dengan tahun Hijriyah yaitu berpacu pada peredaran bulan. Tidak seperti tahun masehi yang bisa dibilang sudah paten tentang jumlah hari dalam sebulan dan pergantian bulan dalam setahun. Lain halnya dengan tahun hijriyah yang lebih fleksibel. Dalam tahun hijriyah terdapat dua metode dalam penentuan awal bulan atau pergantian bulan yaitu, metode hisab dan rukyat hilal. Metode hisab lebih condong perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan sebagai tanda awal bulan hijriyah. Sedangkan rukyat hilal aktivitas mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali setelah terjadinya ijtima’.

Menimbang

Bahwa wetonan atau mencari hari baik menyangkut beberapa hal, antara lain :

Dalil Ijmaly

وانكحوا الايمى منكم واالصلحين من عبادكم وامائكم ان يكونوا فقراء يغنهم الله من فضله والله وسع عليم

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Sikap ulama terhadap ilmu astrologi

Kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, Hamisy Bughyatul Mustarsyidin, hal. 206 ;

مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات

Jika seorang bertanya kepada orang lain, apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, karena syariat melarang meyakini hal yang demikian bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Ibnul Farkah menyebutkan sebuah riwayat dari Imam Syafii bahwa ahli astrologi berkata dan meyakini bahwa yang mempengaruhi adalah Allah. Allah pula yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi demikian di hari demikian. Sedangkan yang mempengaruhi adalah Allah, maka hal ini menurut saya (Imam Syafi’i) tidak apa-apa. Karena yang dicela yaitu apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk.

Sunnah menikah pada hari Jum’at.

Telah diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, dengan sanad yang sama, ia berkata : Rasulullah saw, ditanya tentang hari Jum’at. Maka Beliau menjawab: “Hari Jum’at adalah hari silaturohmi dan pernikahan”.

Para penanya itu menanyakan kembali: “Apa sebab demikian, Ya Rasulullah saw”. Jawab : “Karena para Anbiya’ alaihissalam dahulu melakukan pernikahan pada hari itu”.

Sunnah menikah pada bulan Syawal.

عن عائشة رضي الله عنها قالت تزوجني رسول الله صلى الله عليه و سلم في شوال وبنى بي في شوال فأي نساء رسول الله صلى الله عليه و سلم كان أحظى عنده منى قال

Sayyidah ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama pada bulan Syawal. Istri Rasulullah mana yang lebih bentuntung ketimbang diriku di sisi beliau?” (HR Muslim)

Kaidah: adat dapat dijadikan hukum.

ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﺤﻜﻤﺔ

Yang dimaksud dengan kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat bisa dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak ada dalil dari syara’. Namun, tidak semua adat bisa dijadikan pijakan hukum.

Jika ditemukan suatu masyarakat meninggalkan suatu amaliyah yang selama ini sudah biasa dilakukan, maka mereka sudah dianggap telah mengalami pergeseran nilai. Nilai-nilai seperti inilah yang dikenal dengan sebutan adat, budaya, tradisi dan sebagainya. Dan Islam dalam berbagai ajaran yang didalamnya menganggap adat sebagai pendamping dan elemen yang bisa diadopsi secara selektif dan proposional, sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu alat penunjang hukum-hukum syara’.

Kaidah fiqh: amalan yang banyak pengorbanan, lebih banyak keutamaan.

مَا كَانَ أَكْثَرُ فِعْلاً كَانَ أَكْثَرُ فَضْلاً

“Amalan yang lebih banyak pengorbanan, lebih banyak keutamaan.”

Dasar kaedah di atas disimpulkan dari hadits ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Dasar kaidah diatas disimpulkan dari hadist Aisyah, Rasululloh SAW bersabda 

وَلَكِنَّهَا عَلَى قَدْرِ نَصَبِكِ

“Akan tetapi, pahalanya tergantung pada usaha yang dikorbankan.” (HR. Muslim, no. 1211).

Menetapkan

Pada dasarnya, wetonan atau mencari hari baik adalah salah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh manusia. Wetonan dilakukan sebagai tambahan atau cara lain dalam menentukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu perkara. Oleh karena itu, hukumnya boleh asalkan dalam pelaksanaan tidak melanggar ketentuan syariat. Akan menjadi tidak boleh jika melanggar syariat, misalnya mempercayai seratus persen hasil wetonan pada suatu perkara tanpa mengembalikan atau berserah diri kepada Allah. Dalam hal nikah, wetonan tidak bisa dijadikan legitimasi hukum secara mutlak karena menikah banyak jalan dan wetonan hanya dijadikan wasail. Kita harus senantiasa yakin bahwa Allah adalah perencana terbaik, Allah selalu memiliki rahasia dan caranya sendiri. Maha Suci Allah dengan segala firman-Nya. Wallahu a’lam.